Yang Menguji Sebenarnya Diuji
- Details
- Category: Budaya
- Published on Wednesday, 17 January 2018 21:50
- Written by Dr. Drs. Ws. Ongky Setio Kuncono, SH, MM
- Hits: 323
Oleh: Dr. Drs. Ws. Ongky Setio Kuncono, SH, MM
Seorang aktivis perempuan Khonghucu berkelar kepada saya bahwa sebenarnya Ws saat sekarang bukan menguji, melainkan diuji. Ungkapan polos tersebut sangat masuk akal sekali sebab dalam menguji rohaniwan di Gungung Sindur kemaren justru banyak celaan, hujatan sebagai ujian bagi penguji.Tidak salah bila salah satu penguji harus mundur sebagai penguji karena alasan tersebut.
Nabi Kongzi dalam sabdaNya mengatakan bahwa mengajar itu setengah belajar.Justru yang belajar sesungguhnya adalah mereka yang mengajar. Orang yang mengajar harus banyak membaca, menyiapkan materi,dan berusaha untuk menyajikan materi dengan baik.Upaya- upaya semacam tersebut adalah upaya dalam belajar. Sabda Nabi Kongzi sungguh luar biasa, berbicara hal yang mendalam di dalam kedalaman itu. Makna yang dalam itulah mencerminkan suatu ajaran yang datang dari Tian.
Seperti juga seorang menguji sebenarnya dia sedang belajar diuji mentalnya dengan sabar menerima segala masukan bahkan hujatan sekaligus.
Tantangan spiritual terbesar bagi kita semua adalah bagaimana kita bisa bercinta kasih kepada semua saja bahkan kepada orang yang menyakiti sekaligus. Kita harus bisa bercinta kasih kepafa orang yang membenci kita !
Seperti juga seorang menguji sebenarnya dia sedang belajar diuji mentalnya dengan sabar menerima segala masukan bahkan hujatan sekaligus.
Tantangan spiritual terbesar bagi kita semua adalah bagaimana kita bisa bercinta kasih kepada semua saja bahkan kepada orang yang menyakiti sekaligus. Kita harus bisa bercinta kasih kepafa orang yang membenci kita sekaligus !
Penguji sedang diuji mentalnya untuk menjadi seorang yang berjiwa besar. Tantangan semacam itu adalah sangat berat karena setiap orang akan bisa marah apabila hatinya tersinggung atau orang akan marah bila pribadinya diserang.
Orang akan bisa menerima kritikan ketimbang menerima hasutan . Kritikan memang kadang menyakitkan tapi ibarat sebagai jamu ketimbang sirup. Orang akan segar setelah minum es sirup ketimbang minum jamu yang pahit. Namun demikian akan lebih bermanfaat minum jamu yang pahit namun menyehatkan badan daripada minum es sirup yang segar membuat sakit tenggirokan dan batuk batuk.
Sebagai bagian dari pendidikan rohaniwan secara keseluruhan, kita harus belajar agar tidak sampai menyakiti hati orang lain . Kita boleh mengeritik demi kebaikan tapi jangan sampai kita menghasut atau menyerang pribadi seseorang. Ketika kita benci dengan seseorang yang ada di Li Thang maka jangan sampai kita benci datang ke Li Thang. Kalau kita benci dengan salah satu orang di dalam organisasi Matakin (misalnya ), jangan sampai benci dengan Matakin nya
Kalau Kita Benci Dengan Orang Yang Diuji,Jangan Sampai Kita Benci Dengan Pengujinya.
Kalau kita tidak setuju dengan seseorang yang sedang diuji, jangan sampai menghalang halangi proses pengujian.Kritikan dan masukan akan didengarkan apabila cara nya benar.
Seorang anak yang berbakti kepada orang tua akan memberikan makanan dengan baik. Begitu pula seorang yang mengingatkan kepada orang tuanya meski saran sarannya benar tapi cara menyampaikan salah , akan dianghap salah.
Pendekatan yang manusiawi dengan mendepankan etika moral akan bisa diterima ketimbang dengan pendekatan yang kasar dan fulgar. Untuk itulah jangan sampai hal hal yang kasar dan fulgar itu mencul di lingkungan rohaniwan khususnya Khonghucu.
Matakin adalah majelis keagamaan yang pendekatannya tidak boleh melalui kefulgaran, melainkan harus di dekatkan pada nilai- nilai agama yang cendedung Zhi (bijaksana).
Semua rohaniwan harus terus mendepankan pada budaya organisasi yang sejuk, lebih kekeluargaan.
Budaya organisasi tersebut harus mencul dari hasil tempaan dan pengalaman semua rohaniwan dalam menciptakan cara menyelesaikan masalah. Budaya yang sejuk itu harus diciptakan terus- menerus agar kedepannya akan membentuk budaya organisasi yang baik.
Pendekataannya bukan berdasarkan aturan yang kaku ( pendekatan hukun semata) melainkan pendekatan progresif. Pendekatan progresif akan nampak lebih adil dan menyentuh segala aspek hidup manusia termasuk psikologi.
Dengan terbentuknya budaya organisasi yang baik dan pendekatan progresif tentunya kedepannya ada etika moral yang tunbuh dan membudaya di lingkungan organisasi rohaniwan kita sehingga dengan sendirinya akan terbentuk budaya yang mendepankan nilai nilai positif. Kedepannya bahwa semua rohaniwan akan paham sendiri nilai nilai positif yang seharusnya diterapkan sehingga bila ada hal hal yang negatif muncul akan terseleksi secara alami.
Marilah kita bangun Matakin dengan model yang lebih soft, sejuk dan pendekatan kemanusiaan (Ren).
Pengalaman yang sudah terjadi jangan sampai ada dusta diantara kita.Tetapi kita harus terus memperbaiki setiap langkah kita dalam langkah yang benar. Saatnya kita berdamai dengan masa lalu .Yang sudah terjadi tidak perlu lagi kita sesali, namun ini menjadi pengalaman dalam kita melangkah kedepan.Prinsipnya adalah masalah besar kita kecilkan,dan masalah kecil kita hilangkan. Menjadi pemaaf adalah Junzi, meminta maaf agar kedepannya baik adalah Junzi. Semoga pengalaman menjadi penguji rohaniwan bisa diambil hikmahnya bagi kita semua. Shanzai ( Bali, 17 Januari 2018).
Read more...